Juni 2011

Workshop Digitalisasi Naskah & Pengembangan Portal Naskah Nusantara

      BEBERAPA tahun terakhir, Puslitbang Lektur Keagamaan telah meneliti naskah tertulis (manuscripts) keagamaan nusantara. Puluhan ribu naskah dalam berbagai bahasa (Melayu, Arab, Jawa, Sunda, Sasak, Bali Wolio, dan lainnya) berhasil dilacak, baik yang tersimpan di dalam maupun luar negeri. Isi naskah pun bukan hanya tentang kesusastraan, tetapi berkaitan dengan berbagai bidang ilmu seperti agama, sejarah, hukum, adat-istiadat, obat-obatan, teknologi, dan sebagainya. Naskah yang umumnya ditulis sekitar abad ke-18 hingga ke-20 ini, kondisinya masih “terserak” di sejumlah perpustakaan, museum, dan koleksi pribadi masyarakat. Selain itu, kebanyakan naskah sudah rentan dan rusak termakan usia. Kandungan isi naskah yang tidak ternilai harganya itu bisa saja hilang ditelan zaman
Atas dasar itu, Puslitbang Lektur Keagamaan memandang bahwa pemeliharaan (preservation) terhadap naskan harus menjadi program prioritas. Pilihan yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah pemanfaatan teknologi digital, baik berbentuk kamera maupun scanner. Digitalisasi mampu membuat salinan atau cadangan naskah dari aslinya yang sudah tidak dapat digunakan lagi.
Dalam kenyataannya, lembaga ini belum banyak tersedia SDM yang profesional dan terampil dalam melakukan digitalisasi naskah, sekaligus mengelolanya dalam sebuah portal naskah nusantara. Padahal, jika portal naskah itu terwujud, banyak pihak yang dapat memanfaatkannya untuk berbagai penelitian atau kajian-kajian keagamaan.
Melalui kerjasama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang didukung oleh pengurusnya dari Cabang Solo serta Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri Solo, Puslitbang Lektur Keagamaan berinisiatif menyelenggarakan Workshop Peningkatan SDM Pengelola Khazanah Keagamaan (Pelatihan Digitalisasi Naskah dan Pengembangan Portal Naskah Nusantara), yang diselenggarakan tanggal 24-27 Juni 2009, bertempat di Hotel Sahid Jaya, Solo.
Kegiatan ini bertujuan memperluas wawasan peserta tentang teknis digitalisasi dan pengembangan perpustakaan digital, secara khusus melatih peserta agar mampu melakukan proses digitalisasi naskah, termasuk mengelola teks-teks naskah itu menjadi koleksi naskah digital yang bersifat online.
Peserta workshop pun dibatasi berdasarkan kriteria khusus, sehingga banyak peminat yang terpaksa tidak didaftarkan. Sebagian besar peserta merupakan tim yang sudah tergabung dalam jaringan kemitraan Puslitbang Lektur Keagamaan dalam pernaskahan, antara lain dari Aceh, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Banten, Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, Banjarmasin, Balikpapan, Pontianak, Kendari, dan Makassar.  
Keseriusan acara ini ditunjukkan dengan mendatangkan narasumber, baik pakar atau praktisi dari luar negeri, khususnya Leipzig University, juga pakar pernaskahan dari dalam negeri. Peserta mendapat pengayaan materi antara lain: (1) “Kebijakan Puslitbang Lektur Keagamaan dalam Program Pernaskahan Nusantara” oleh Prof. Dr. H.  Maidir Harun; (2) “Kebijakan Perpustakaan Nasional dalam Digitalisasi Naskah Nusantara” oleh Tuty Hendrawati, S.Sos. (Bidang Transformasi Digital Perpusnas); (3) “Kebijakan Perpustakaan Nasional dalam Konservasi Naskah Nusantara” oleh Anna Soraya (Kepala Bidang Konservasi Perpusnas; (4) “Digitalisasi Naskah dan Penguatan Tradisi Riset” oleh Dr. Oman Fathurahman (Ketua Umum Manassa); 
(5) “Proyek Digitalisasi Naskah-Naskah Jawa Koleksi Yayasan Sastra, Solo” oleh John Paterson, MA (Konsultan Digitalisasi Yayasan Sastra, Solo); (6) “Katalogisasi dan Digitalisasi Naskah Berstandar Internasional” dan “Contoh Proyek Naskah dan Papyrus di Jerman” oleh Dr. Thoralf Hanstein (Koordinator Program Digitalisasi, Leipzig University); (7) “MyCoRe-Database” oleh Ir. Jens Kupferschmidt (ahli informatika dan komputer); 
(8) “Restorasi Naskah: Tahap Pemeliharaan Awal sebelum Digitalisasi (Leaf-casting)” oleh Joerg Graf; (9) “Teknik Scan, Pemeriksaan Kualitas (Kalibrasi), Unggah Gambar ke Database” oleh Gerald Henning dan Thoralf Hanstein; (10) “Manfaat dan Penggunaan Portal Naskah Nusantara” oleh   Oman Fathurahman dan Thoralf Hanstein; (11) “Restorasi Naskah: Tahap Pemeliharaan Awal sebelum Digitalisasi (Tinta Asam)” oleh  Joerg Graf; (12) “Pengayaan Pengalaman Digitalisasi Naskah: Proyek Digitalisasi Naskah-Naskah Pesantren (MIPES)” oleh Drs. Jeje Abd. Rojak, M.Ag. (Koordinator Program Digitalisasi MIPES); (13) “Pengayaan Pengalaman Digitalisasi Naskah: Proyek Digitalisasi Naskah-Naskah Koleksi Masyarakat Pidie, Aceh” oleh Dr. Fakhriati.  
Selain itu, peserta juga dibekali dengan praktek digitalisasi dan open source software pengolahan portal naskah, yaitu: (a) “Praktek dan Pendampingan Digitalisasi Naskah” oleh Bahren, S.S. (Tim Program Digitalisasi Naskah Surau dan The British Library) dan Solihin, S.Sos. (Tim Program Digitalisasi Naskah MIPES dan The British Library); (b) Praktek dan Pendampingan Pembuatan Portal Naskah” oleh Salman Abdul Muthalib, M.Ag. (Tim Kodikologi Program Digitalisasi Naskah Museum Aceh, YPAH, dan Leipzig University) serta Hasnul Arifin M, MA (Tim Program Digitalisasi dan Katalogisasi YPAH, C-DATS, TUFS).
Sebagai hasil dari workshop ini, peserta telah merumuskan sejumlah catatan dan rekomendasi penting. Beberapa catatan tersebut antara lain: (1) Hingga saat ini, manuskrip nusantara masih banyak yang tercecer di masyarakat, kondisi naskah pun sangat rentan dan terancam punah; (2) Peserta sepakat bahwa sikap peduli dalam bentuk pemeliharaan, pelestarian, penelitian, dan pemanfaatan naskah nusantara perlu segera disosialisasikan dan ditindaklanjuti; (3) Di antara cara penyelamatan naskah tersebut, yang paling mungkin dilakukan adalah pembuatan teks-teks digital dengan memanfaatkan teknologi digital; (4) Peserta optimis bahwa masyarakat akademik pasti akan memperoleh keuntungan dari hasil digitalisasi tersebut, sebab mereka akan sangat mudah mengakses dan memanfaatkan oleh siapa saja dan di mana pun; (5) Upaya  apa pun terkait akses terhadap naskah, seyogyanya tidak disertai sikap eksploitatif terhadap pemilik naskah; (6) Upaya penyelamatan naskah nusantara masih terbentur oleh keterbatasan dana; (7) Upaya pemeliharaan, pelestarian, penelitian, dan pemanfaatan naskah nusantara tidak mungkin dilakukan sendirian.  
Atas dasar itu, peserta merekomendasikan 4 hal pokok, yaitu; (1) Perlu dibuat “payung bersama” yang dapat menjadi pusat informasi berbagai kegiatan pernaskahan di seluruh Indonesia; (2) Perlu political will dari pihak terkait, khususnya instansi pemerintah dalam mendukung program-program pemeliharaan, pelestarian, penelitian, dan pemanfaatan naskah nusantara; (3) Peserta memberikan apresiasi kepada Puslitbang Lektur Keagamaan yang telah memberikan dukungan penuh terhadap kegiatan pernaskahan; (4) Hendaknya masyarakat pencinta naskah terus berupaya menggali potensi diri yang dapat dikembangkan dalam pemeliharaan, pelestarian, penelitian, dan pemanfaatan naskah nusantara. [teks: kemenag.go.id, foto-foto: derichardhputra]





Back to Top