tuai… nak padi… dituai…
oi sipuluik nak… dibuek pokan
tuai.. nak sayang amak sayang padi dituai
amak mangai nak sayang, manca’i makan
layang-layang tobang malayalang
kain sasugi nak, pamagau bonio
layang-layang tobang malayang nak sayang
kain sasugi nak oi sayang
pamagau bonio
mo basamo poi ka ladang
mananam padi sayang
mananam bonio...
![]() |
Potong Rambut. Persiapan sebelum pelaksanaan Upacara Potong Rambut. foto: derichard h. putra/09) |
BERNOSTALGIALAH saya menikmati sawah-sawah tak berpadi di kampung saat libur Idul Fitri yang lalu. Seperti membalikan album usang, hayalan saya terhenti pada masa saat sawah-sawah tersebut dulunya dibajak dengan kerbau dan kemudian secara batobo ditanami padi yang diiringi randai, rarak godang, calempong tingkah, dan senyuman malu gadis-gadis perawan disela godaan bujang-bujang kampung. Sayapun teringat sebuah seminar di Universitas Gadja Mada akhir tahun lalu: World Conference on Science, Education and Culture (WISDOM 2010). Secara sengaja atau kebetulan, Universitas Riau merupakan ‘tuan rumah’ pada helat tersebut, sehingga bule-bule pun mencicipi ikan salai, goreng petai, lempuk durian, dan nyanyian pantun batobo di samping berbagai masakan dan hiburan rakyat lainnya.
Helat internasional tersebut tersebut mengusung tema yang sangat unik: “Kearifan Lokal, Solusi Mengatasi Masalah Dunia”.